IKTIKAD baik pemerintah Kota Bekasi untuk menyelengarakan pemerintahan dengan jujur dan bersih, nampaknya masih setengah-setengah. Raperda Transparansi yang merupakan inisiatif anggota DPRD pada tahun 2005 mati suri. Sampai sekarang tak kunjung disahkan. Padahal produk hukum kota itu, diharapkan menjadi salah satu keunggulan Kota Bekasi.
Ariyanto Hendrata, Wakil Direktur Progress Indonesia secara kilas-balik menceritakan, Raperda transparansi sudah diusulkan sejak tahun 2005 dan sudah sempat dibahas dalam sebuah Sidang Paripurna. Bahkan untuk mendapatkan pemahaman secara utuh tentang Perda Transparansi dan implementasinya, kata Ariyanto, DPRD Kota Bekasi sampai melakukan studi banding ke Gorontalo. Artinya, untuk proses pembahasan Raperda itu telah dikeluarkan biaya yang lumayan besar. Yang terjadi saat ini, katanya, baik legislatif maupun eksekutif masih berkutat pada perdebatan yang tidak bermutu dan menimbulkan kesan tarik- ulur. "Eksekutif dan legislatif tidak pernah serius untuk membahas masalah ini," ujar Ariyanto dengan nada gemas.
Lebih lanjut dijelaskan, salah satu klausul dalam Perda Transparansi yang menurut Ariyanto penting, adalah pembentukan Komisi Tranparansi yang nantinya akan bertugas menjembatani konflik dan permasalahan yang muncul terkait dengan kepentingan dan pelayanan publik. Menurut dia, kultur masyarakat Kota Bekasi yang kritis dan aktif memang harus diimbangi dengan terbukanya akses informasi. Jika hal itu tidak terjuwud, dikhawatirkan masyarakat Kota Bekasi akan menjadi apatis terhadap kinerja Pemerintah daerah.
Arianto menuding, bahwa Pemerintah daerah takut dengan konsekuensi adanya Perda transparansi ini. Sebab, nantinya publik bisa mengetahui secara detail tentang mata anggaran yang ada di APBD. Sudah menjadi rahasia publik, kata Arianto, penggunaan anggaran dan pelaksanaan projek kepentingan publik kerap berkelindan dengan masalah. Arianto mencontohkan beberapa kasus, misalnya, pengelolaan TPA Bantar Gebang, alih fungsi lahan Karang Kitri, ketidakjelasan penggunaan anggaran BNK dan yang terbaru adalah Projek revitalisasi Pasar Baru.
Ia menambahkan, jika pemerintah daerah punya komitmen untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih, maka Perda Transparansi menjadi salah satu kuncinya. ìKalau memang komit, kenapa mesti takut dan ditunda-tunda pembahasannya," kata Arianto.
Selalu bermasalah
Transparansi anggaran memang masih menjadi masalah di Kota Bekasi saat ini. Hal tersebut setidaknya dibuktikan dengan banyaknya masalah dalam hal pengelolaan keuangan daerah. Temuan terbaru BPK semester II tahun 2008 menunjukkan, bahwa Kota Bekasi menempati urutan tertinggi dalam kekurangan penerimaan uang kas negara yang nilainya mencapai Rp 29,046 milyar dengan temuan sembilan kasus.
Tahun sebelumnya jumlahnya pun tidak kalah besar. Hasil pemeriksaan BPK atas pendapatan daerah Kota Bekasi tahun anggaran 2004-2006 menyebutkan ada 42 item indikasi penyimpangan, dengan total anggaran Rp 60.524.052.296 yang dilakukan dengan beragam modus, antara lain, pencairan dana tidak sesuai dengan realisasi fisik (mark up) senilai Rp. 1.009.951.219, menyalahi sistem administrasi keuangan sebesar Rp 27.198.903.472, pengendapan dana sejumlah Rp. 30.604.051.818, pekerjaan kurang dan tidak tepat waktu sebesar Rp 281.289.714, dan projek tidak bermanfaat senilai Rp. 1.429.856.073. Hampir setiap tahun berdasarkan temuan BPK laporan keuangan Kota Bekasi selalu bermasalah.
Menanggapi hal tersebut, Aji Ngumboro, Anggota DPRD Kota Bekasi mengatakan, masalah Perda tranparansi sudah masuk dalam agenda pembahasan Pansus 34. Pada waktu pertama kali diajukan ke eksekutif tahun 2005, Perda tersebut belum bisa diputuskan karena masih menunggu payung hukum yang lebih tinggi, yakni keluarnya UU Informasi Publik. Namun saat UU Informasi tersebut keluar, Kota Bekasi sedang disibukkan dengan momen Pilkada. Aji sepakat, jika Perda tranparansi tersebut bermakna sangat penting untuk mengawal proses penggunaan anggaran APBD Kota Bekasi. "Dalam waktu dekat kita akan paripurnakan. Kemungkinan setelah Pemilu," ujar Aji dari balik telefon, Sabtu, (21/03).
Hal senada juga diungkapkan oleh Asisten Daerah Bidang Pemerintahan Pemkot Bekasi, Zakki Oetomo. Ia menepis anggapan bahwa Pemkot Bekasi dinilai takut terhadap Perda transparansi. Menurutnya, Pemkot selalu berjalan pada sistem hukum normatif yang berlaku. Sama seperti Aji, yang ia maksudkan adalah tindakan menunggu payung hukum UU. Sebab, jelasnya, setiap Perda selalu memiliki dua sifat, yaitu sebagai penjabaran secara lebih lengkap dari UU untuk di tingkat lokal dan sebagai pelengkap dari UU yang sudah ada. "Jangan sampai kita keluarkan tapi payung hukum yang lebih tinggi tidak ada, bisa jadi masalah nantinya," kata Zakki berkelit.
Menurutnya, dengan keluarnya UU Informasi Publik maka ada perubahan naskah di dalam rancangan Perda Transpansi. Namun, terang Zakki, esensinya tidak jauh berbeda. Hal ini sudah dibahas di lingkungan SKPD Pemkot Bekasi dan sudah kembali diserahkan ke DPRD Kota Bekasi. "Kita sudah sesuaikan dengan UU Informasi Publik, jadi judulnya juga akan diubah menjadi Perda Informasi Publik, " ujar Zakki.
Perda Informasi Publik ini nantinya akan mengatur tentang tiga hal pokok sesuai dengan amanah UU, yaitu tentang Sistem Informasi yang mudah diakses oleh seluruh masyarakat, pembentukan Badan Informasi yang menurut Zakki sudah terwakili oleh Dinas Informasi dan Komunikasi, dan pembentukan Komisi Informasi, yang di dalamnya terdapat unsur keterwakilan dari berbagai elemen. "Komisi Informasi nantinya sama tugasnya dengan komisi transparansi, yang penting adalah bagaimana penyediaan akses informasi kepada publik" terang Zakki, Sabtu, (21/03/08). (JU-16)***
(Di ambil dari Harian Pikiran Rakyat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar